PENCIPTAAN DAN PEMUSNAHAN UMAT MANUSIA (Kisah Penciptaan Menurut Orang Wembi)
Tulisan ini merupakan sebuah refleksi atas budaya masyarakat Keerom khususnya suku Manem yang mencoba menjawab berbagai pertanyaan mendasar tentang keberadaannya. Kisah tentang Penciptaan dan pemusnahan merupakan salah satu kisah yang dipakai masyarakat untuk menjawab pertanyaan mendasar tentang darimana asal mereka.
A.
KISAH
MITOS[1]
Kwembo[2]
melihat dari atas ke bawah yakni bumi. Ia melihat bahwa di bumi tidak yang
menghuninya. Maka ia menarik kulit ibu jari bagian tengah dan jari telunjuk.
Seketika itu juga manusia pertama dijadikan. Manusia pertama itu seorang wanita
yang bernama Ngurmi. Ia tinggal sendirian, namun dapat hamil dan melahirkan
tanpa sakit sedikitpun. Ia melahirkan seorang anak laki-laki dan diberi nama
Yom. Ketika Yom mulai menjadi dewasa, ia mendapat perintah dari Kwembo untuk
mengambil pisang hutan dan menjadikan manusia. Ia memisah-misahkan batang
pisang tersebut dan menaruhnya sesuai dengan kampung-kampung yang harus ia
bangun kelak. Sesudah manusia baru dijadikan, Ngurmi masih hidup lama di suatu
tempat yang ia pilih sendiri, yanki di dua gunung (Yisuri dan Isangke). Pada suatu hari Ngurmi merasa sangat lapar. Ia
memanjat sebuah pohon sukun dan memetik empat buah. Ia menaruh buah itu di atas
api. Ketika buah itu hampir masak, buah itu berubah menjadi dua ekor anjing dan
dua ekor kanguru. Dua ekor anjing itu mempunya teling panjang tergantung,
diberi nama Winu dan Usangkwon. Sedangkan nama kedua ekor kanguru itu adalah:
Eisum dan Preisinowa. Selain itu Ngurmi masih memiliki dua ekor babi besar.
Babi jantan diberi nama Eitifi dan babi betina Nsaro.
Waktu Ngurmi sudah menjadi tua, ia sakit keras. Ia tidur di
luar rumah di bawah terik matahari. Lalat-lalat mengerumuni kepalanya. Kwembo
yang secara kebetulan melihat ke bumi, melihat wanita itu sedang berbaring di
tanah. Dengan segera Kwembo menyiram air kehidupan ke dalam mulutnya. Saat itu
juga Ngumri pulih kembali. Ia masuk ke dalam rumah, mengambil tempurung kelapa
dan menaruh tempurung itu di bawah pancuran air kehidupan. Kemudian ia nengambil
Bai[3]
yang cukup besar dan mengisinya sampai penuh. Ketika bai itu penuh, pancuran air kehidupan itu berhenti. Dengan
tempurung kelapa Ngurmi membuat beberapa kali yakni: kali Skanto, Ubyakur,
Bewani dan Bekof.
Pada suatu hari ada orang yang memanah seekor buaya yang
sangat besar. Buaya itu bernama Kwangka, binatang kesayangan Kwembo. Kwembo
marah sekali dan memberitahukan kepada Yom bahwa ia akan membinasakan seluruh
umat manusia. Yom sendiri akan selamat jika ia mampu mendapatkan dua suling
batu yang terdapat dalam perut Kwangka. Ia mengambil seruling batu itu dan
membawa ke gunung Imomb. Di sana ia membangun rumah dan selamat dari bencana
air bah. Yom bersama istrinya yang bernama Kamnu dari fam Tafor beserta Ngurmi
ibunya selamat. Yom melahirkan seorang anak pria dan diberi nama Boffias.
Ketika air bah mulai surut, ia melepaskan seekor burung nuri
yang bernama Nowya, burung itu ternyata kembali ke Yom karena belum ada tempat
untuk hinggap. Burung itu mengatakan bahwa ia masih harus bersabar. Sekali lagi
ia melepaskan Nowya dan sekarang burung itu sudah dapat makan buah pohon
beringin. Setelah itu Nowya kembali ke Imomb dan memberaki tangan Yom, sambil
berkata: “ini harus disimpan baik-baik, jika datang musim panas, kau harus
menaruh ini di atas batu berlubang”. Yom
melakukan seperti yang dikatakan Nowya, selang beberapa waktu tumbuhlah menjadi
pohon yang hanya berupa akar saja, di atas pohon itu ada seekor ular besar yang
bernama Petauyon. Ular itu dapat berbicara seperti manusia. Petauyon memerintahkan
Boffias untuk turun melalui akar dan melaksanakan perintah Yom ayahnya. Ia
mengambil tanah, membentuknya menjadi semacam manusia. Tanah yang sudah
dibentuk menjadi model tubuh manusia itu akhirnya menjadi manusia sebenarnya.
Seluruh hutan ia bagi di antara mereka, kemudian Boffias
mengambil Nggau dari Uskwar untuk dijadikan isterinya. Mereka berdua tinggal di
kampong Inofiau. Tetapi Boffias tidak hidup sesuai dengan petunjuk Yom. Ia
hanya mengikuti keinginan hatinya. Ia mempunyai banyak teman, di antaranya
seorang yang bernama Woto. Dialah yang membunuh seekor babi keturunan babi
Eitifi dan Nsaro. Babi yang dibunuh itu bernama Eikorbuk. Yom agak marah karena
perbuatan Woto itu. Yom akkhirnya membinasakan teman-temannya Woto yang
sedang mengadakan pesta dansa yang tidak
senonoh. Misalnya dansa Kento: dua orang berdansa saling memegang alat kelamin
pasangannya.
B.
ANALISA
MITOS
1.
Pandangan
umum orang Melanesia
Bagian ini merupakan tambahan untuk memberi bobot pada
analisa yang kami dibuat. Dengan mengangkat pandangan umum orang Melanesia kami
bermaksud untuk menunjukkan bahwa karakteristik agama yang terkandung dalam
cerita di atas mengandung konsep-konsep orang Arso tentang alam semesta,
manusia, roh para leluhur dan keselamatan. Maka bagian ini, kami mengulasnya
dalam empat sub bagian yakni: konsep tentang alam semesta, pandangan terhadap
manusia itu sendiri, kemudian tentang roh para leluhur serta konsep keselamatan
yang menjadi bagaian dari ciri khas keagamaan orang Arso pada umumnya dan Wembi
khususnya.
a.
Konsep
Tentang Alam Semesta
Pandangan umum masyarakat Melanesia tentang alam semesta
sangat dipengaruhi oleh keyakinan akan adanya dunia yang sacral dan yang
profan. Dunia yang profan berkaitan dengan segala sesuatu yang dapat disentuh
dan dilihat oleh indera. Sedang yang sacral mencakup segala sesuatu yang
berkaitan dengan adanya roh-roh, kekuatan ilmu-ilmu gaib tak berkepribadian.
Orang Melanesia memang memisahkan dunia yang sacral dengan dunia yang profan,
namun dalam pengalaman hidup tidak jarang bahkan sering terjadi bahwa yang
sacral dan yang profan ini merupakan suatu realitas yang memiliki hubungan yang
erat satu dengan yang lainnya. Yang sacral selalu terkait erat dengan hal-hal
biasa dari dunia material. Karena itu makhluk-makhluk seperti roh-roh halus,
leluhur, roh-roh jahat dan totem dikatakan hidup di dunia ini dan sering kali
mengambil rupa dan bentuk yang nyata seperti simbol-simbol langit, matahari dan
bulan, air dan bebatuan, tanah, gunung, hewan serta tumbuhan. Misalnya dua
suling batu yang terdapat dalam perut Kwangka
dalam kisah di atas menjadi tanda yang mempu menghadirkan keselamatan pada
Yom dan anggota keluarganya dari bencana air bah.
b.
Pandangan
Terhadap Manusia
Orang Melanesia memandang kehidupan sebagai nilai yang harus
diperjuangkan terus-menerus. Oleh karena itu ia mendapat tempat yang sentral
dalam dinamika alam semesta. Berkaitan dengan pandangan terhadap manusia, orang
Melanesia memandang dirinya dalam kesatuan dengan ikatan sosial yang mengatur
keberlangsungan kehidupan itu sendiri sebagai nilai sentral. Ikatan sosial ini
tercermin dalam klen-klen ataupun dalam berbagai bentuk totem yang memiliki
nilai dan tuntutan-tuntutannya tersendiri. Dengan kata lain orang Melanesia
merasa bahwa ia adalah seorang manusia sejati jika ia terikat dalam satu klen
tertentu dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Dalam ikatan ini terdapat
nilai-nilai yang mengatur tata kehidupan bersama baik dalam kelompok klen itu
sendiri maupun dengan anggota kelompok dari klen yang lain, bahkan dengan alam di
sekitarnya.
c.
Roh
para leluhur (historis dan mistis)
Agus A. Alua, dalam tulisannya tentang Karakteristik Dasar
Agama-agama Melanesia, mengatakan bahwa kepercayaan kepada roh-roh para leluhur
merupakan salah satu karakteristik dasar agama-agama di Melanesia[4].
Ia menyebutkan bahwa perlu ada perbedaan antara roh para leluhur yang bersifat
historis dan roh para leluhur yang bersifat mistis. Leluhur historis adalah roh
dari para panglima besar, pemburu ternama, penjaring ikan ternama, tukang
kebun, tukang sihir yang galak, pemimpin kelompok atau gabungan dari hal-hal
ini. Kehebatan mereka diwariskan dan dikenang oleh masyarakat dari kelompoknya.
Orang Melanesia menyakini bahwa bila seorang itu mati, rohnya tidak dibatasi
oleh ruang dan waktu lagi, sehingga dapat melakukan hal-hal besar dan ajaib
bagi orang-orang yang hidup dari komunitasnya. Sedangkan para leluhur mistis
adalah leluhur yang hidup pada zaman primordial. Para leluhur mistis sering
kali dihubungkan dengan asal-usul atau penyebab benda atau keadaan sekarang.
Banyak mitos-mitos di setiap suku Melanesia yang mengisahkan realitas ini.
d.
Pandangan
Tentang Keselamatan
Umumnya orang Melanesia memandang keselamatan sebagai suatu
pengalaman dan juga harapan akan hidup baik atau terpenuhnya segala kebutuhan dalam
setiap aspek kehidupan, misalnya: hasil panen yang baik, kesehatan, kesuburan,
memiliki pengaruh yang besar, sukses, dll.
Menggunakan istilah Gernot Fugmann dalam tulisannya yang berjudul “Salvation Expressed in A Melanesia Context”,
keselamatan yang dimaksud adalah ‘down-to-earth
salvation’[5].
Dengan kata lain orang Melanesia memandang keselamatan itu sebagai keadaan yang
konkrit di atas bumi ini dalam hidup harian mereka. Keselamatan ini bersifat kolektif. Keselamtan
adalah hidup baik yang bukan saja ditempatkan pada pengalaman perorangan atau
individual, akan tetapi lebih dari itu
keselamatan ditempatkan pada pengalaman kolektif. Keselamatan kolektif yang
dipahami orang Melanesia adalah keselamatan bersama dalam satu komunitas
sosial, entah sebagai klen atau suku[6].
Bagi masyarakat Melanesia, kunci untuk memperoleh keselamatan ialah menjalin
relasi yang tepat dalam komunitas baik pada sesama, alam semesta, arwah-arwah
maupun roh-roh para leluhur[7].
2.
Sebuah
Pendekatan Sosio-Antropologis
Bagian kedua dalam analisa ini lebih spesifik kami menguraikan
sebuah pendekatan sosio-antropologis dari kisah di atas. Dengan mengangkat
persoalan-persoalan yang mencul, kami ingin menunjukkan bahwa kisah di atas
sebenarnya memberikan jawabannya. Tentunya analisa kami ini merupakan usaha
untuk menemukan nilai-nilai kebudayaan yang terkandung dalam kisah. Sementara
pada bagian tanggapan kami mencoba mengambil jarak dari kisah di atas sambil
memberikan tanggapan atasnya. Sejauh mana kisah itu dipengaruhi unsur-unsur
dalam kebudayaan orang Arso dan sejauh mana ia dipengaruhi oleh unsur-unsur
dari budaya luar.
a)
Persoalan
yang muncul
1.
Dari mana manusia muncul
Persoalan pertama yang kami temukan dalam kisah di atas
adalah pertanyaan tetang asal-usul segala sesuatu. Pertanyaan tentang dari mana
manusia itu mencul telah menimbulkan banyak teori dan pendapat yang tidak
selalu sama. Pertanyaan tentang asal-usul manusia merupakan pertanyaan klasik
yang telah dipertanyakan sejak manusia menghuni planet ini. Spekulasi dan
refleksi telah banyak muncul untuk menjawab pertanyaan ini dengan segala
kepentingan yang terkandung di dalamnya. Entah itu kepentingan religius, sosial
maupun politik. Pada masyarakat arkhais, jawaban atas pertanyaan ini mucul
dalam bentuk mitos-mitos. Dengan segala keterbatasan dan kelebihannya
mitos-mitos mencoba menggali dan memberikan jawabannya.
Kisah penciptaan oleh Kwembo dalam cerita mitos orang Arso
menunjukkan bahwa orang Arso pun bergumul tentang jati dirinya. Dari mana ia
berasal, siapa yang mengadakan alam semesta ini. Jika menilik lebih seksama
kisah penciptaan orang Arso dalam kaca mata sosio-antropologis maka kita akan
menemukan bahwa beradanya manusia manusia Arso tidak bisa dilepaskan begitu
saja atas kekuasaan ilahi yang menciptakaannya serta kehadiran sesama dan alam
sebagai penolong dan penopang beradanya sebagai manusia.
2.
Mengapa ada penderitaan
Persoalan kedua yang muncul adalah mengapa ada penderitaan.
Seperti halnya pada persoalan pertama, pertanyaan mendasar seperti mengapa ada
penderiataan telah mewarnai alam pikiran manusia sejak dahulu kala. Kenyataan
bahwa manusia mengalami penderitaan, kematian dan petaka lainnya membuat
manusia bertanya-tanya penyebab utama datangnya penderitaan itu. Sekali lagi
mitos memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mendasar itu.
Terjadinya bencana air
bah dan pemusnahan manusia yang terdapat dalam mitos orang Arso di atas
merupakan jawaban yang diperoleh orang Arso terkait pertanyaan mengapa ada
penderitaan. Jika melihat lebih dalam makna cerita di atas, maka kita akan
menemukan jawaban orang Arso tentang penderitaan dan makna penderitaan itu
sendiri. Orang Arso melihat bahwa penderitaan itu muncul disebabkan oleh
ketidaktahuan. Unsur pengetahuan akan bagaimana seharusnya mejalin relasi dan
mengetahui apa yang dikehendaki oleh yang ilahi sangat berperan penting dalam
kehidupan orang Arso agar terhidar dari penderitaan. Selain itu unsur kelalaian
yang dibuat seseorang dalam kaitannya dengan aturan hidup yang baik, dapat
menimbulkan penderitaan bagi sesama. Dengan demikian, keselamatan dalam
pandangan orang Arso, pertama-tama muncul karena relasi yang baik dengan Yang
Ilahi yakni dengan mematuhi perintah
dan aturanNya. Jika seorang Arso membangun relasi yang baik dengan Yang Ilahi
dan mematuhi aturanNya, maka keselamatan akan datang bukan hanya pada dirinya
tetapi juga pada sesamanya. Ini merupakan ciri keselamatan orang Melanesia pada
umumnya, yakni keselamatan kolektif.
b)
Tanggapan
Jika melihat secara keseluruhan kisah tentang penciptaan dan
pemusnahan manusia di atas, maka akan sangat jelas bagi kita bahwa kisah di
atas merupakan campuran antara tradisi budaya masyarakat Arso dan tradsisi
Kristen dalam hal ini adalah Kitab Suci. Tradisi budaya sendiri sangat jelas
terlihat dalam unsur-unsur kebudayaan orang Arso. Misalnya kita dapat menemukan
sebutan Kwembo yang digunakan untuk
menyebutkan Yang Ilahi. Keyakinan akan adanya kekuatan Kwembo merupakan sesuatu yang telah melekat dalam diri orang Arso
sebelum mereka mengenal Kekristenan. Unsur-unsur budaya lain dari orang Arso
yang dapat kita temukan ialah kekuatan magis dari benda-benda atau makhluk
tertentu yang bisa mempengaruhi hidup manusia.
Sedangakan unsur tradisi Kristen yang muncul dalam kisah ini
juga sangat terlihat jelas. Dapat kita sebutkan di sini misalnya kisah
penciptaan dan musibah air bah. Secara garis besar terdapat kesamaan struktur
kisah. Kisaha nabi Nuh dan air bah misalnya yang terdapat dalam Kitab Kejadian.
Pertanyaan yang kemudian muncul ialah bagaimana percampuran dua tradisi itu
dapat terjadi? Sementara masyarakat sendiri sungguh meyakini bahwa kisah itu
sudah berurat akar dalam kebudayaan mereka dari generasi ke generasi. Apakah
mungkin itu terjadi secara kebetulan? Jika benar mengapa unsure dari tradisi
Kristen sangat mencolok di sana?
Untuk menjawab persoalan itu, perlu kita menyadari bahwa sebuah mitos
sangat terbuka untuk mengalami perubahan. Dengan kata lain sesungguhnya mitos
bersifat dinamis. Pernyataan ini memang masih kabur, namun akan menjadi jelas
bila kita membedakan antara inti yang menjadi sifat dasar mitos dengan kisah
mitos itu sendiri. Kisah dari mitos selalu bisa direvisi, dimodernisir dan
dijadikan relevan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang bersifat eksistensial.
Mitos terbuka untuk ditafsirkan kembali. Namun inti yang sebenarnya dan sifat
dasar dari mitos tidak berubah. Dengan uraian ini maka kita dapat mengerti
mengapa terjadi parcampuran antara tradisi budaya setempat dan tradisi Kristen
dalam suatu mitos
[1]
Kisah ini kami angkat dari tulisan P W. Rombouts OFM., untuk memperingati 50 Tahun Misi Katolik Di Daerah Perbatasan
Mulai Di Arso 22/05/1939 – 22/05/1989. Hal. 56-57.
[2]
Kata yang digunakan orang Arso pada umumnya untuk menyebut Yang Tertinggi.
[3]
Sejenis noken yang terbuat dari kulit pohon.
[4]
Agus A. Alua, Karakteristik Dasar
Agama-agam Melanesia, Jayapura: Biro Penelitian STFT Fajar Timur, 2006,
hal. 24
[5]
Gernot Fugmann, Salvation Expressed in A
Melanesia Context, Point 177, Goroka:
Melanesian Institute, 1977, hal. 122
[6]
Agus A. Alua, Op Cit., hal. 49
[7]
Gernot Fugmann, Ibid.
Komentar
Posting Komentar
Jangan Lupa Komennya ya....