“ P A S T O R , I L O V E Y O U ! ”

Dunia dewasa ini diwarnai oleh zaman modern yang memiliki sisi negative dan positif. Dalam sisinya yang negative zaman modern, telah menghantar orang dalam budaya-budaya konsumtif, instan, dan hedonis. Selain itu, situasi zaman modern juga ditandai oleh globalisasi, pandangan tentang seks yang lebih netral, komersialisasi seks, skandal dan keterusterangan anak zaman. Dampak-dampak negative dari perkembangan zaman ini merupakan tantangan tersendiri bagi hidup religius, khususnya para imam.
Tulisan ini merupakan  refleksi atas kenyataan zaman dalam pengaruhnya terhadap kehidupaan imamat. Bagian pertama, akan diuraikan beberapa perubahan zaman serta dampaknya bagi kehidupan religius. Kemudian pada bagian kedua menguraikan bagaimana imam menanggapi serta memaknai tantangan zaman ini dalam terang Roh Kudus. Kami menyadari bahwa tantangan itu selalu memiliki dua dimensi sekaligus. Pada satu dimensi, memang tantangan itu berasal dari luar yakni lingkungan, namun pada dimensi lain tantangan itu berasal dari dalam yakni dalam diri sendiri. Kedua dimensi ini sama-sama penting untuk direfleksikan, namun kami membatasi diri pada dimensi yang pertama yakni tantangan yang datang dari luar. Sebab, jika keduanya dibahas dalam makalah ini, maka akan menjadi panjang pembicaraannya dan tentunya membutuhkan banyak halaman untuk menyelesaikannya.

A.     Perubahan Zaman[1]
1.       Budaya Instan
Perubahan zaman, khususnya modernisasi memiliki dampak yakni budaya instan. Budaya instan dimaksudkan bahwa manusia selalu ingin mencapai tujuan secara cepat dan kalau bisa dalam sekejap.  Budaya ini sangat dipengaruhi oleh kenyataan bahwa kita berada dalam suatu gaya hidup modern yang dipenuhi oleh barang-barang yang serba instan. Memang budaya instan dapat memotifasi orang untuk berfikir cepat dan menyelesaikan pekerjaan secara efisien. Namun dampak negatifnya ialah orang tidak memiliki ketahanan untuk mengerjakan pekerjaan yang membutuhkan waktu lama dan berat. Jika mengalami sedikit kesulitan, orang tidak tahan untuk bergulat dengan masalah itu sendiri malah frustasi dan putus asa.
Budaya instan pun turut mempegaruhi orang dalam kehidupan rohani. Misalnya; orang tidak tahan latihan doa yang membutuhkan waktu lama, inginnya cepat selesai dalam doa; tidak tahan menghadapi krisis kemurnian yang makan waktu lama; tidak tahan menghadapi kekeringan yang menuntut daya tahan. Beberapa rohaniwan yang jatuh cinta dengan cepat memutuskan untuk keluar dari komunitas tanpa mempertimbangkan secara matang. Semua ingin diselesaikan dengan cepat sehingga tidak bijak dan salah langkah.

2.       Hedonisme
Kecenderungan ke arah hedonism merupakan dampak lain dari perubahan zaman modern. Banyaknya fasilitas yang mudah diakses oleh siapa saja menciptakan lahan subur bagi tumbuhnya budaya hedonis. Hedonism dapat dimengerti sebagai keinginan untuk selalu memenuhi nafsu diri, mencari pemuasan nafsu. Gejala yang ditunjukkan hedonism ialah Banyak orang tidak tahan menderita sehingga mencari pelampiasan pada narkoba, minuman keras dan main seks. Orang tidak tahan untuk menderita lagi, orang lebih suka mencari pelampiasan. Hal ini jelas akan mempunyai pengaruh pada praktik kemurnian yang dituntut dalam kehidupan seorang rohaniwan terutama ketahanan dalam penguasaan diri dan matiraga.

3.       Globalisasi
Globalisasi merupakan tanda paling nyata dari perkembangan zaman ini. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan komunikasi yang begitu canggih telah banyak mengubah dunia kita. Dunia yang dahulu serasa luas kini menjadi sempit. Hubungan antar Negara, antar manusia di seluruh dunia menjadi lebih cepat dan mudah. Banyak hal tidak bisa ditutupi atau disembunyikan lagi. Dengan alat-alat telekomunikasi yang canggih banyak peristiwa atau hal-hal yang baik dan buruk dapat dengan mudah dan cepat diakses oleh semua lapisan masyarakat bahkan bisa masuk dalam biara. Kenyataan ini tentu memiliki dampak langsung terhadap kehidupan seorang rohaniwan. Pengaruh ini tak dapat ditolak dengan mendirikan tembok biara yang tinggi, atau membentengi diri dengan segala sesuatu sehingga kita tak punya kesempatan untuk melirik ke dunia luar atau sekitar. Kenyataan ini membutuhkan kesadaran batin yang kuat untuk memilahkan yang baik dan yang buruk.

4.       Komersialisasi Seks
Perkembangan zaman ini juga ditandai dengan banyaknya hal yang berhubungan dengan seks bebas. Dalam televisi, video, internet banyak ditawarkan gambar-gambar, adegan, dan juga acara yang berbau seks atau porno. Seks dikomersialisasikan di mana-mana. Hampir semua iklan yang sebenarnya tidak ada kaitan langsung dengan seks pun diberi bumbu seks agar lebih menarik orang. Jelas ini menjadi tantangan bagi pengahayatan hidup kudus dan saleh yang dituntut dari seorang imam.

5.       Pandangan Tentang Seks yang Lebih Netral
Hal menarik yang juga perlu kami angkat dan perlu dilihat secara kritis dalam zaman ini ialah pandangan tentang seks yang lebih netral. Jika dahulu seks dinilai sebagai hal yang jelek, tabu dan menjadi sumber kedosaan, maka sekarang seks dan seksualitas lebih dimengerti sebagai sesuatu yang netral dan merupakan bagian dari hidup manusia. manusia tidak dapat dilepas dari seksualitasnya. Perubahan pandangan ini jelas mempunyai pengaruh dalam hidup seorang imam di zaman ini. Bila dalam zaman dulu orang harus membuang semua yang berbau seks sebagai wujud untuk menjaga kemurnian seorang rohaniwan, maka sekarang seksualitas itu diintegrasikan dalam hidup sebagai biarawan-biarawati. Modelnya bukan lagi membuang semua yang berbau seks tetapi diintegrasikan sehingga dalam pergaulan justru itu menguatkan. Orang tidak anti dengan jenis lain. Rohaniwan dapat bekerjasama secara baik dan tidak takut bekerja sama dengan jenis lain. Pandangan ini memang baik di satu sisi, namun di sisi lain pandangan ini bisa saja menjadi kesempatan untuk mengungkapkan dorongan seks dengan alasan bahwa itu normal sebagai laki-laki dan perempuan. Hal ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi seorang imam yang hidup dalam masyarakat yang semakin terbuka terhadap segala sesuatu yang berbau seks.

6.       Keterusterangan Anak Zaman
Anak zaman pada masa kini lebih terus terang dibandingkan dengan anak zaman dulu dalam mengutarakan keinginan mereka. Bila memang naksir seseorang, mereka akan lebih terus terang bicara dan akan terus mengejarnya sampai mendapatkan. Hal ini juga terjadi dengan kaum religius. Seorang cewek yang naksir dan mencintai pastornya dengan terus terang berani bilang “Pastor I love you”.  Bila ia sungguh senang, maka ia akan mengejar pastornya kemanapun dia pergi tanpa sungkang atau malu. Kadang mereka berpikir untuk berebut dengan Tuhan, mana yang lebih kuat untuk mendapatkan pastornya. Dalam budaya terus terang seperti ini, jelas dibutuhkan sikap tegas dan jelas dari pihak pastornya dan bukannya mengulur atau memberikan jawaban yang tidak tegas yang malah memberikan harapan untuk dikejar terus.
B.     Penghayatan Imamat
Perubahan zaman serta dampaknya bagi kehidupan manusia seperti yang diuraiakan di atas, hanyalah beberapa bagian saja yang kami anggap memiliki dampak langsung bagi kehidupan seorang imam. Tantangan di atas memang merupakan tantangan yang membutuhkan ketabahan dalam mengahadapinya, dan dengan keyakinan batin yang kuat bahwa untuk melaksankan kehendak Tuhan, dibutuhkan sikap kesetiaan yang kuat. Bagian ini akan mengulas bagaimana seorang imam menanggapi perubahan zaman dengan iman yang mantap.

1.       Bagaimana Imamat Dihayati
Imamat sebagai pilihan hidup menuntut penghayatan selibat yang total. Pengahayatan selibat dalam imamat hendaknya menjadi pilihan atau keputusan bebas setiap calon imam atau imam itu sendiri. Keputusan ini hendaknya juga merupakan kesadaran bahwa ia dipanggil oleh Allah untuk terlibat dalam karya penyelamatan-Nya. Membiarkan diri untuk digunakan oleh Allah secara total dan selalu mengutamakan Dia di atas segalanya. Maka yang dibutuhkan ialah usaha terus menerus untuk setia pada Yesus. Selain itu juga dibutuhkan kemamuan untuk membedakan mana kehedak Tuhan atau mana gerak Tuhan dan mana yang bukan. Hal ini mengandaikan bahwa relasi pribadi dengan Yesus menjadi hal yang pokok dan utama sebab relasi inilah yang akan menjadi penguat dalam hidup selibat. Selain keputusan bebas di atas, dalam penghayatan imamat dibutuhkan suatu kematangan pribadi. Kematangan afeksi, emosi, pikiran dan perasaan sangat dibutuhka dala membangun persahabatan yang baik, persahabatan yang mengutamakan Tuhan dari yang lain.[2]

2.       Menghidupkan Api Rohani[3]
Menghadapi tantangan zaman yang begitu kuat, seorang imam membutuhkan kekuatan yang berasal dari Allah. Untuk itu, Kristus adalah sumber utama dalam menimba kekuatan. Hidup spiritual seorang imam tidak begitu saja menjadi, melainkan perlu usaha dan kegiatan yang dapat menjadi api untuk menghidupkan spiritualitas seorang imam. Api rohani dimaksudkan segala bentuk kegiatan yang langsung berkaitan dengan hidup rohani, yakni hidup dalam persatuan yang mesra dengan Allah, hidup doa dan kontemplasi dari seorang imam.
Imamat dan Ekaristi mempunyai hubungan yang sangat dekat, sehingga imam tidak dapat dipahami tanpa Ekaristi. Dalam hubungan yang begitu dekat ini, ada alasan pokok mengapa Ekaristi menjadi api rohani pertama bagi seorang imam. Alasan itu antara lain karena Ekaristi adalah inti dari imamat seorang imam. Jati diri seorang imam berada dalam relasi yang integral dengan Ekaristi. Selain menjadi perwujudan imamat dan sumber inspirasi dari cinta kasih pastoral seorang imam, Ekaristi juga menjadi sumber kehidupan seorang imam. Imam hidup dan tetap akan hidup, apabila ia merayakan dan tetap merayakan Ekaristi. Ekaristi tidak hanya menjadi tanda kehidupan bagi seorang imam, tetapi juga memberi kekuatan yang istimewa bagi seorang imam dalam menghadapi segala persoalan, tantangan dan penderitaan hidup. Dari Ekaristi, seorang memperoleh tenaga sorgawi dan kekuatan adikodrati yang diperlukan untuk mempertahankan kehidupannya sebagai seorang imam dan khususnya sebagai seorang selibater. Dengan demikian, seorang imam akan mampu seperti Kristus untuk membinasakan godaan setan dalam dosa yang membawa maut dan menaklukkan tantangan dari setiap perkebangan dan perubahan zaman apabila ia setia merayakan Ekaristi.
Untuk membangun kehidupan rohani yang baik, seorang imam hendaknya menyadari dan mengalami keindahan dan kegembiraan sakramen tobat (PDV 48) dalam karya pelayanannya. Dengan menerima sakramen tobat, pembaruan diri menjadi mungkin bagi seorang imam, karena pada sakramen tobat bersumberlah cita rasa askese dan ketertiban batin, semangat pengorbanan, kemampuan menanggung jerih payah dan salib (PDV 48). Dengan demikian sakramen tobat sebagai api rohani bagi seorang imam akan senantiasa menjadi sumber kualitas hidup dan pelayanan yang berbobot, dan juga menjadi dapur pekerjaan-pekerjaan yang baik bagi Tuhan dan sesama.
Prioritas esensial dalam panggilan imamat adalah doa, sebab imamat melekat dengan doa dan harus berakar dalam doa. Doa menjadi saat dimana imam bersatu dengan Allah secara mesra untuk menimba kekuatan. Oleh karena inilah imam disebut manusia pendoa dan guru doa bagi umat beriman. Dengan menggunakan ibadat harian, imam berdoa bagi umat beriman untuk banyak kepentingan dan keperluan dalam hidup mereka. Selain itu, untuk membangun kehidupan rohaninya, seorang imam hendaknya juga membaca sabda Allah dalam suasana doa dan meditasi, mendengarkan Dia yang bersabda dengan rendah hati dan penuh kasih. Juga, imam hendaknya memandang Bunda Maria sebagai contoh pengudusan kepada Allah, dengan mendengarkan, berdoa, dan sikap siap sedia. Imam hendaknya mengungkapkan cinta kasihnya pada Bunda Maria dengan merayakan pestanya dengan penuh semangat sambil mendaraskan Rosario setiap hari… (PPID 24). Selain itu, untuk menjalankan pelayanan dengan setia, seorang imam hendaknya memperhatikan wawancara harian dengan Kristus dalam kunjungan Sakramen Maha Kudus, sebab kunjungan Sakramen Maha Kudus menghidupkan iman dari seorang imam.


[1] Penjelasan pada bagian ini mengikuti garis besar penjelasan P. Paul Suparno S.J., dalam buku: BERENANG DI ARUS ZAMAN (Tantangan Hidup Religius di Indonesia Kini), yang diterbitkan dalam rangaka HUT 50 tahun Majalah Rohani., editor: A Sudiarja, S.J. & A Bagus Laksana, S.J., (Yogyakarta: Kanisius, 2003) hal., 358-362.
[2] Bdk., Ibid., hal. 364-365
[3] Uraian ini mengikuti garis besar penjelasan Hubert Leteng, di dalam buku: Spiritualitas Imamat Motor Kehidupan Imam, (Maumere: Ledalero, 2003), hal. 381-414

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apakah IPTEK itu selalu sejalan dengan iman kita.?

F I L S A F A T T E K N O L O G

The Culture of the Papuans in Transition (The Threat Posed by Modernization-Javanization and Discrimination)